Jumat, 03 September 2010

Ashim bin Abu Najud Imam para Qari


"Ashim bin Abi an-Najud adalah seorang yang mempunyai adab atau perilaku yang baik, fasih dalam berbicara dan mempunyai suara yang bagus" (Salamah bin Ashim)
"Saya tidak melihat seorang pun yang lebih pandai bacaan al-Qur'annya selain dari Ashim bin Abi an-Najud" (Abu Ishaq)

" Pada kami ada dua orang yang membacakan al-Qur'an. Salah seorang dengan qiroat Za'id bin Tsabit yaitu Ashim. Sedangkan yang lainnya membacakan al-Qur'an kepada umat manusia dengan qira'at Abdullah bin Mas'ud, yaitu al-A'masyi" (Syamr bin 'Athiyyah)


Ia dikenal sebagai seorang ahli nahwu yang fasih. Ia membuktikan bahwa bahasa arab adalah kembang bagi al-Qur'an yang turun dalam bahasa arab. Ia mengambil ilmu qiroat dari para sahabat Rasul.

Suatu hari al-A'masyi duduk di serambi masjid Abdullah bin Mas'ud untuk membacakan al-Qur'an pada masyarakat dengan metode Qiroat Ibnu Ummi 'Abd . Sedangkan Ashim berada di serambi lainnya untuk membacakan al-Qur'an dengan metode qiroat Zaid bin Tsabit.

Ia juga membacakan di kuffah dan menemui penduduk bashroh untuk membacakan pada mereka. Karena itu, ia diistimewakan pada zamannya di atas rekan-rekannya yang lain. Banyak orang bersaksi untuknya tentang kefasihan. Madzhabnya dalam ilmu al-Qur'an bersifat total. Ada yang mengatakan, "Apabila berbicara, nyaris saja dirasuki sifat membanggakan diri."

Ashim menjadi rujukan Qiroat di kuffah setelah guru beliau Abdurrohman as-Sulami.

Nama panggilan beliau adalah Abu Bakar. Ia lahir pada masa Mu'awiyah bin Abu Sofyan. Nama aslinya adalah Ashim bin Abu an-Najud bin Bahdalah. Kata 'an-Najud' berarti unta yang hanya duduk pada tempat yang tinggi. Sedangkan kata 'Bahdalah' menurut sebuah sumber adalah nama ibunya. Para sejarawan menganggapnya termasuk dalam generasi muda tabi'in.

Ashim berasal dari kabilah Asad, dan tinggal di kuffah. Beliau adalah salah seorang ahli qiroat yang menggantikan guru dan syaikhnya Abu Abdurrohman as-Sulami.

Ia membaca al-Qur'an pada Abdurrohman as-Sulami, Zirr bin Hubaisy al-Asadi dan lainnya. Ia mempunyai hadits yang terkenal dalam musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. Ia mengajari murid-murid yang hadir pada setiap majelis-majelis qiroat di setiap tempat. Bahkan, sebagian mereka sangat terkenal seperti gurunya dan popularitasnya menyebar ke penjuru sepanjang masa. Di antara mereka adalah Hafs dan Syu'bah.
Ashim terkenal dengan bacaan Hams dan Madd serta cara pembacaan yang serius. Ia memperkaya ilmunya tentang qiroat dari berbagai sumber yang terbukti ketsiqohannya. Ia membaca al-Qur'an dengan qiroat Zaid bin Tsabit, dan juga dengan qiroat Abdullah bin Mas'ud. Hal ini dapat ditemukan pada orang-orang yang hidup semasanya. Syamr bin 'Atiyyah mengatakan, "Pada kami ada dua orang yang membacakan al-Qur'an. Salah seorang dengan qiroat Zaid bin Tsabit yaitu Ashim, sedangkan yang lainnya membacakan al-Qur'an kepada umat manusia dengan qiroat Abdullah bin Mas'ud, yaitu al-A'masy."

Pernyataan yang kami sebutkan ini menunjukkan betapa kuatnya antar sistem pembelajaran qiroat pada masa itu.

Ashim mengatakan tentang dasar-dasar qiroatnya, "Tak ada seorang pun yang membacakan al-Qur'an kepadaku tentang suatu huruf kecuali Abu Abdurrohman as-Sulami. Karena ia membaca pada sahabat Ali bin Abi Tholib, dan saya pulang dari majelisnya lalu memperdengarkan apa yang telah saya baca itu pada Zirr bin Hubaisy. Zirr telah membaca al-Qur'an pada Ibnu Mas'ud."

Para ulama qiroat akan mengetahui dan memastikan bahwa Imam Ashim adalah satu dari ulama qiroat yang selalu berusaha meyakini metode qiroatnya dan mengambil ilmunya dari sumber yang jernih.

Menurut Imam Ahmad bin Hambal, terdapat kepercayaan besar para ulama qiroat pada sistem pembelajaran qiroat Ashim bin Abu an-Najud. Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkatas,"Saya bertanya kepada ayahku, tentang Ashim bin Bahdalah. Ia menjawab, "Ia adalah seorang yang sholih, terbaik dan tsiqoh."

Saya bertanya, "Qiroat apakah yang paling engkau sukai?"

Ia menjawab, "Qiroat penduduk Madinah. Kalau tidak ada, maka qiroat Ashim."

Penyelenggaraan sistem pembelajaran qiroat oleh Imam Ashim ini mengimbas pada murid-muridnya. Mereka lulus berkat tanganya, sehingga mereka memenuhi segala penjuru wilayah dengan popularitas dan qiroatnya; antara lain: Hafs bin Sulaiman al-Dauri dan Abu Bakar bin Iyyasy.

Suatu hari Hafs bin Sulaiman duduk menemuinya setelah menyelesaikan qiroatnya. Ashim berkata,"Qiroat yang saya baca pada Abu Abdurrohman as-Sulami adalah qiroat yang saya bacakan untukmu. Dan qiroat yang saya bacakan pada Abu Bakar bin Iyyasy adalah qiroat yang saya perdengarkan kepada Ziir dari Ibnu Mas'ud."

Ini menunjukkan bahwa jalur qiroat Hafs adalah dari Ashim dari Abu Abdurrohman as-Sulami dari Ali bin Abi Tholib. Sedang qiroat Abu Bakar bin Iyyasy adalah dari Ashim, dari Zirr bin Hubaisy, dari Abdullah bin Mas'ud.

Ashim mempunyai prinsip-prinsip qiroat, sebagaimana dirangkum oleh para ulama':
  1. Membaca basmalah di antara dua surah, kecuali antara surah al-Anfal dan Baraah Menurutnya, dibaca waqaf, saktah dan washal.
  2. Membaca dua mad (mutthasil dan munfasil) dengan panjang bacaan yang sedang ukuran empat harakat.
  3. Membaca alif dengan imalah (condong ke bacaan ya') pada kata ramaa dalam penggalan ayat (walakinnallaha ramaa) dari surah al-Anfal. Alif pada kata a'maa di surah al-Isro': waman kaana fi hadzihi a'maa fashuwa fil akhiroti a'maa; dan alif pada kalimat na'a pada penggalan ayat wana'a bijanibih; alif pada kata ranaa dalam kalimat kalla bal ranaa di surah al-Muthoffifin; alif pada kata haar pada syafa jurufin haar di surah al-Baraah. Sedangkan Imam Hafs membaca dengan imalah hanya pada alif setelah ra ' di majraha.
  4. Syu'bah meriwayatkan , ia membaca fathah ya' idhofah, dalam miem ba'di iamuhu ahmad (dibaca min ba'diyasmuhu ahmad) di surah ash-Shof, serta membacanya sukun pada riwayat Syu'bah juga dalam ayat waummiya ilahaini (dibaca wa ummi ilahaini) dalam surah al-Maidah; (waajrin illa) pada semua tempat dan (wajhiya lillah) di surah Ali Imran dan al-An'am.
  5. Membuang ya' tambahan baik dalam bacaan washal dan waqaf dari riwayat syu'bah dalam (fama ataniyallahu mimma khairun) di surah an-Naml.
  6. Dari riwayat syu'bah juga, ia membaca min ladunhu dalam surah al-Kahfi dengan membaca dengan sukun huruf dal bersama dengan isymam (isyarat dengan dua bibir condong ke suara dhammah); dan besrta pembacaan kasrah 'nun' dan 'ha' serta peneruan harakatnya.

Imam Ashim mempunyai banyak prinsip qiroat, antara lain: ia tidak menganggap alif laam mim, haa mim kaaf haa yaa 'ain shaad, tho ha dan juga hal-hal sejenisnya sebagai ayat.
Apabila kita membicarakan sistem pembelajaran qiroat Ashim bin Abu an-Najud, maka kita harus mengenal guru-guru dan murid-murid dari Ashim. Di antara gurunya adalah Abu Abdurrohman as-Sulami. Orang pertama membacakan al-Qur'an pada penduduk kuffah yang dikukuhkan oleh Utsman bin Affan. Namanya Abdullah bin Hubaib. Ia pernah duduk di masjid jami', berjanji untuk mengajar al-Qur'an pada umat manusia dan senatiasa membacakan al-Qur'an untuk mereka selama 40 tahun. Seperti banyak disebutkan, ia wafat pada masa pemerintahan Bisyr bin Marwan di Irak, pada masa kekholifahan saudaranya Abdul Malik bin Marwan. Usianya saat itu adalah 73 tahun.

Ia belajar qiroat dari Utsman, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas'ud dan Ubayy bin Ka'ab. Abu Abdurrohman as-Sulami mengatakan, "Sering kali Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib membacakan al-Qur'an padaku. Saya pegang mushaf lalu Ali membaca. Saya membacakan al-Qur'an pada al-Hasan dan al-Husain, hingga mampu membaca al-Qur'an. Keduanya belajar al-Qur'an pada Amirul Mukminin Ali. Barang kali ia mendapatkan bacaan satu huruf setelah satu huruf pada saya."

Alqamah bin Mastrad menuturkan, Abu Abdurrohman as-Sulami belajar al-Qur'an dari Utsman dan ia memperdengarkannya pada Ali bin Abi Tholib.

Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah Hafs bin Sulaiman dan Abu Bakar bin Iyyas.

Imam Ashim mempunyai riwayat hadits dalam kutub as-Sittah, antara lain; Ashim meriwayatkan, Zirr bin Hubaisy berkata, "Saya datang kepada Shofwan bin Assal. Ia bertanya pada saya, "Apa yang membuatmu datang ke sini?" Saya menjawab, "Untuk mencari ilmu." Ia menjawab, "Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang mencari ilmu dengan ridha (ikhlas) dengan apa yang ia cari."

Saya berkata, "ada perasaan berat dalam diriku tentang mengusap dua khuff (sepatu selop) setelah membuang hajat besar atau hajat kecil. Apakah engkau mendengar sesuatu dari Rasulullah ` yang mengatakan sesuatu tentang hal ini?."

Ia berkata, "Ya. Ia memerintahkan kepada kami apabila kami dalam perjalanan jauh (safar) atau sebagai orang-orang yang sedang musafir, agar kita tidak melepaskan khuff-khuff kami selama tiga hari dan malmanya kecuali karena adanya junub (penyebaab mandi besar), bukan karena buang hajat besar, kencing aaaatau karena tidur."

Saya bertanya lagi, "Apakah engkau mendengarnya menuturkan tentang hawa nafsu?"

Ia menjawab, "Ya,. Yaitu , ketiika kami sedang bersamanya dengan suara keras. Ia berkata, "Wahai Muhammad!" Maka ia menjawabnya dengan kuantitas suara yang sama, "Ha!"

Ia berkata, "Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai suatu kaum dan tidak bergabung dengan mereka?"

Rasul menjawab, "Seseorang bersama dengan orang yang mencintai."

Kemudian ia melanjutkan pembicaraan dengan membrikan hadits kepada kammmmmi bahwa dari sejak sebelum maghrib ada pintu yang dibuka untuk bertaubat. Lebarnya sejauh 40 tahun perjalanan dan tidak ditutup hingga matahari terbit."

Setiap mengerjakan sholat, Imam Ashim berdiri tegak seakan-akan sebuah batang kayu. Ia menghabuskan waktu hari jum'at hingga Ashar di masjid. Ia seorang yang gemar ibadah, terbaik dan selalumenunaikan sholat. Ketika melihat masjid, ia berkata, "Condongkan bangunmu kepada kami. Sesungguhnya keperluanku tak akan terlewatkan." Kemudian ia masuk ke masjid dan sholat.

Ketika telah sampai ajalnya, Abu Bakar bin Iyyasy muridnya, datang menemuinya. Dia mendapatinya sefang membaca ayat "tsumma ruddu ilallahi maulaa humulhaqq."

Ia pingsan lalu tersadar. Lalu ia kembali membaca ayat tadi berulang-ulang. Sang murid berkata, "Lalu ia membaca dengan Hams, maka saya mengetahui bahwa itu adalah karakternya."

Semoga Allah merohmati Ashim, orang yang memiliki ketepatan dalam qiroat dan jujur dalam hadits. Suatu hari di tahun 127 H, ruhnya yang suci nauik menemui Sang Penciptanya. Berkata adz-Dzahabi, "Beliau meninggal pada masa khilafah al-Walid bin Abdul Malik." Semoga Allah menghidupkan Syaikh para Qurra, pemmilik suara yang merdu dalam membaca al-Qur'an.

(Apabila ada kesalahan mohon diingatkan)